Senin, 11 Februari 2008

HAM menurut islam

Di antara keistimewaan agama Islam adalah bahwa agama ini selalu selaras dengan semua dimensi kehidupan manusia, di segala zaman dan segala tempat. Di antara dimensi sosial yang tak luput dari pandangan Islam adalah masalah hak asasi manusia. Meskipun isu tentang HAM baru dimunculkan dunia Barat sekitar 60 puluh tahun yang lalu dan Deklarasi HAM baru ditandatangani tahun 1948, namun sesungguhnya Islam sejak ribuan tahun lalu telah mengajarkan prinsip-prinsip HAM kepada umat manusia.
Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang terbaik dan khalifah Allah di muka bumi. Atas alasan ini, manusia layak untuk menerima penghormatan serta memiliki hak-hak yang istimewa. Pada prinsipnya, HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia karena kedudukannya sebagai manusia. Dalam hal ini, warna kulit, ras, bahasa, dan etnik sama sekali tidak boleh mempengaruhi terpenuhinya hak-hak tersebut, karena hak-hak itu asasi dan universal.
Keistimewaan HAM dalam pandangan Islam adalah keselarasannya dengan fitrah manusia. Dengan kata lain, nilai-nilai hak-hak manusia dalam Islam selalu sejalan dengan fitrah manusia. Sebagain di antara nilai-nilai ini adalah keadilan, sikap baik kepada orang lain, penghormatan kepada orangtua, usaha untuk mencapai kemerdekaann, dll. Nilai-nilai HAM yang sesuai dengan fitrah manusia artinya tidak terbatas pada bangsa tertentu saja, dan dapat diterapkan bagi semua bangsa di dunia.
Oleh karena itu, bila kita menginginkan terbentuknya suatu UU universal berkaitan dengan HAM, penyusunan UU ini harus memperhatikan kehendak-kehendak fitrah manusia. Deklarasi dan UU HAM internasional yang saat ini sudah disusun oleh pemerintah Barat tidak memenuhi syarat ini, meskipun ada juga beberapa sisi positifnya. Sementara itu, UU HAM produk Barat tidak memiliki landasan yang kokoh dan logis untuk bisa dijadikan sebagai hukum yang universal dan mengikat seluruh bangsa di dunia. Bahkan, pada kenyataannya, Deklarasi HAM yang disusun negara-negara Barat pada tahun 1948 merupakan hasil dari transformasi AS dan Eropa pada abad lalu dan mengacu pada paham liberalisme dan sekularisme.
Ketidakselarasan Deklarasi HAM 1948 dengan budaya dan nilai-nilai yang dianut sebagian bangsa di dunia telah menyebabkan timbulnya keinginan untuk mengamandemen isi deklarasi tersebut. Dalam rangka inilah, pada tahun 1980, Dewan Islam telah mengadakan sidang di London dan menyusun draft Deklarasi HAM Islam Universal. Dalam deklarasi ini terlihat adanya perbedaan pandangan kaum muslimin terhadap sebagian isi Deklarasi HAM 1948. Dalam draft HAM Islam ini disebutkan bahwa hak asasi manusia dalam pandangan Islam berakar pada kepercayaan kepada Tuhan dan undang-undang apapun yang dibuat manusia harus selaras dengan hukum Tuhan.
Namun, dalam Deklarasi HAM Internasional 1948 sama sekali tidak disebutkan, apakah pendudukan atau penjajahan terhadap sebuah bangsa merupakan pelanggaran HAM atau tidak? Apakah perampokan sumber daya alam suatu bangsa atau pelecehan terhadap hak-hak asasi suatu masyarakat, dihitung sebagai pelanggaran HAM atau tidak? Jika saja Deklarasi HAM Internasional menyebutkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini, dengan segera akan terambil kesimpulan bahwa negara-negara Barat penyusun deklarasi ini adalah pelaku pelanggaran HAM terbesar di dunia, akibat segala penjajahan yang dilakukannya di berbagai penjuru dunia.
Dalam pandangan Islam, hak asasi manusia dipandang dari berbagai segi secara menyeluruh. Menurut Islam, setiap individu memiliki hak asasi yang jelas. Namun, individu ini tentu saja merupakan bagian dari sebuah masyarakat dan karenanya, dia harus menjaga hak-hak masyarakat itu. Oleh karena itu, pemerintah harus melindungi hak-hak invidu dan masyarakat sekaligus. Bahkan, dalam Islam, hak-hak yang harus dilindungi oleh pemerintah adalah termasuk hak-hak hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan. Dengan demikian, dalam pandangan Islam, manusia bertanggung jawab atas dirinya sendiri, masyarakat, dan alam sekitarnya.
Salah satu prinsip penting HAM dalam Islam adalah melindungi kehormatan dan kemuliaan semua manusia. Dalam pandangan Islam, manusia adalah makhluk terbaik dan khalifah Allah di muka bumi. Dengan demikian, Islam tidak sekedar mengakui hak hidup manusia di muka bumi, tetapi bahkan mensyaratkan agar manusia hidup di muka bumi secara layak dan mulia. Artinya, Islam tidak menghendaki ada sebagian manusia yang hidup terhina, direndahkan, atau didiskriminasi oleh sebagian manusia yang lain. Ustad Muhammad Taqi Ja’fari dalam hal ini menyatakan, “Manusia harus memiliki ketakwaan dan kemuliaan akhlak. Bila tidak, dunia akan menjadi lebih buruk daripada hutan. HAM haruslah melindungi prinsip kemuliaan manusia.”
Poin penting lain yang menjadi pembeda antara HAM dalam pandangan Islam dengan HAM dalam pandangan Barat adalah poin kebebasan. Pada dasarnya, Islam dan Barat memiliki kesamaan pandangan, yaitu bahwa kebebasan adalah hak asasi manusia. Namun, Islam memandang bahwa kebebasan adalah alat untuk mencapai kesempurnaan dan kemuliaan manusia. Tetapi, kebebasan dalam Islam memiliki batasan. Rahimpour Azgadi mengatakan, “Kebebasan dalam pandangan Islam adalah kebebasan bersyarat, yaitu kebebasan tidak boleh melanggar kebebasan orang lain, kebebasan tidak boleh menyeret manusia kepada kejahatan, dan kebebasan tidak boleh menghalangi manusia untuk mencapai kesempurnaannya.”
Sebaliknya, kebebasan dalam pandangan Barat tidak memiliki batas selain bahwa kebebasan seseorang tidak boleh melanggar kebebasan orang lain. Akibatnya, di negara-negara Barat, kebebasan diterapkan tanpa kendali. Dewasa ini, kebebasan itu telah merusak berbagai sendi kehidupan. Misalnya, hubungan seks antara laik-laki dan perempuan di Barat sedemikian bebasnya, sehingga sendi-sendi keluarga menjadi hancur, angka perceraian tinggi, dan banyak anak-anak yang lahir tanpa bapak yang jelas. Selain itu, penyakit akibat pergaulan bebas, semisal AIDS, merebak luas dan merenggut korban termasuk bayi-bayi tidak berdosa sekalipun.

Contoh pelanggaran HAM.

Bahkan lebih ironisnya, paham kebebasan dalam kaca mata Barat diterapkan sebagai kebebasan bagi pemerintah Barat untuk melakukan berbagai perilaku hegemoni, infiltrasi, invasi, dan penjajahan. Pemerintah negara-negara adidaya Barat tidak saja melanggar HAM yang selama ini mereka gembar-gemborkan, bahkan juga memanfaatkan HAM sebagai alat untuk mencapai kepentingan mereka. Dengan standar yang mereka buat sendiri, pemerintah Barat memberi penilaian tentang pelaksanaan HAM di negara-negara lain dan kemudian memberikan sanksi, seperti embargo ekonomi atau tekanan politik.
Tentu saja, negara-negara yang menerima tekanan dan bahkan embargo dari Barat dengan dalih pelanggaran HAM, adalah negara-negara yang tidak mau mematuhi keinginan-keinginan Barat. Salah satu contoh dalam hal ini adalah Republik Islam Iran. Selama ini, Republik Islam Iran selalu menolak campur tangan dan infiltrasi AS dan selama itu pula, Iran menerima berbagai tekanan, embargo, dan propaganda buruk yang dilancarkan AS. Padahal, bila dilihat secara objektif, kasus-kasus pelanggaran HAM yang dituduhkan AS terhadap Iran tidak ada bukti kebenarannya.
Sebaliknya, betapa banyak kita lihat hari ini, pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara-negara Barat, terutama AS, namun tidak mendapatkan tanggapan yang semestinya. Misalnya, pelanggaran HAM yang sangat nyata dilakukan oleh AS di Penjara Abu Ghraib dan Guantanamo, dibiarkan saja oleh negara-negara Barat lainnya. Meskipun ada kecaman dari berbagai pihak, namun pada prakteknya, tidak ada tindakan nyata apapun yang mereka lakukan dalam menghentikan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh AS itu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa HAM dalam pandangan Barat adalah semu belaka. Sebaliknya, HAM dalam pandangan Islam adalah HAM yang hakiki dan seharusnya diterapkan oleh umat manusia sedunia.

Tidak ada komentar: